POTENSI BIOMASSA PERTANIAN SEBAGAI SUMBER BAHAN MAKANAN YANG LAYAK KONSUMSI, HIGIENIS DAN BERNUTRISI

Senin, 27 Juni 2022 - 08:59:13 WIB
Dibaca: 770 kali

POTENSI BIOMASSA PERTANIAN SEBAGAI SUMBER BAHAN
MAKANAN YANG LAYAK KONSUMSI, HIGIENIS DAN BERNUTRISI

Tulisan disampaikan pada Pertemuan Guru-guru BK SMA/SMK/MA Jawa Timur
di Kampus UNTAG SURABAYA, Sabtu, 18 Juni 2022

Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah secara eksponensial sejak selesainya Perang Dunia II, maka kebutuhan akan makanan juga terus berkembang. Di lain pihak sumber daya alam tidak bisa berkembang secepat pertambahan penduduk. Seperti prediksi Malthus bahwa perkembangan penduduk seperti deret ukur, sedangkan perkembangan produksi pangan seperti deret hitung.

Apalagi umum terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, lahan-lahan pertanian semakin berkurang seiring peningkatan kebutuhan akan lahan untuk industri dan permukiman. Berbagai upaya dilakukan baik oleh pemerintah negara-negara maupun masyarakat secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan primer tersebut.

Saat ini, sedang menjadi tren dunia untuk memaksimalkan potensi biomassa pertanian sebagai sumber bahan makanan. Biomassa pertanian adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses alamiah fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan atau limbah. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, umbi-umbian, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.
Sedangkan limbah pertanian adalah hasil sampingan dari kegiatan/usaha pertanian seperti jerami padi, cangkang sawit, pelepah sawit, limbah batang, limbah kulit singkong, daun dan bonggol nanas, dan lain sebagainya. Hanya sekitar 10 persen limbah pertanian yang dimanfaatkan kembali dan sisanya sering menjadi masalah dalam usaha pertanian itu
sendiri maupun pada kehidupan masyarakat sekitar (Sandi A dkk, 2022).

Limbah biomassa berupa padatan butuh penanganan khusus setelah panen. Setelah panen, limbah biomassa berupa bagian tanaman lain seperti daun, batang, dan kulit akan
melimpah. Seperti batang singkong yang hanya dimanfaatkan sekitar 10 persennya untuk menjadi bibit kembali, sisanya menjadi limbah atau sampah. Serupa pula terjadi dengan
pelepah dan tandan kosong kelapa sawit, daun dan bonggol nanas, dan jerami padi.

Penanganan limbah biomassa dengan konvensional seperti membakar biomassa dapat menimbulkan masalah lain, dan dipandang tidak efektif. Penanganan lain yang umum
dilakukan adalah memanfaatkan limbah biomassa seperti daun sebagai penutup lahan, namun praktik ini sering kali tidak sesuai karena penumpukan daun yang tidak dapat diatur
secara presisi ketebalannya dan sulit diatur kelembabannya.

Jenis limbah pertanian dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu (1) limbah dari penanaman (batang ketela pohon, daun nanas, cangkang kelapa sawit, dll). (2). Limbah dari aktivitas pascapanen (limbah ampas tebu, kulit dan bonggol nanas, kulit singkong, dll) dan (3). Limbah hasil pengolahan pertanian (molases, tetes tebu, dll). Menurut Sandi Asmara (2022) limbah dari pemanenan padi di sawah sekitar 60 persen berupa jerami, maka bisa dikatakan ketersediaan jerami sebagai limbah biomassa pertanian tersedia sepanjang tahun dan berlimpah. Kemudian upaya peningkatan produksi ketela pohon turut menyebabkan kenaikan limbah ketela pohon yang dihasilkan, yaitu limbah kulit singkong (45%), daun (29%) dan batang (29%).

LIMBAH BIOMASSA PASCA PANEN
Limbah biomassa tidak hanya dihasilkan akibat aktivitas pertanian, tetapi juga pada hilirnya yaitu pada aktivitas agroindustri. Industri pengolahan hasil pertanian juga akan menghasilkan limbah yang cukup besar. Misalnya pada industri pengalengan buah nanas akan menghasilkan limbah berupa mahkota, kulit dan bonggol nanas, Pabrik Gula akan menghasilkan limbah berupa blotong, molasse dan tetes tebu.

Industri pengalengan ikan akan menghasilkan limbah perut dan jeroan ikan, industri pengolahan kopi akan menghasilkan limbah kulit kopi, industri minyak kelapa akan menghasilkan air kelapa sebagai limbah kemudian industri minyak sawit akan menghasilkan limbah berupa cangkang dan tandan sawit, dan lain sebagainya.

Biomassa umumnya digunakan untuk 3 hal yaitu sebagai penghasil tenaga listrik, pupuk organik dan pengisi tanah atau landfill. Sekarang terus diupayakan penggunaan limbah biomassa sebagai bahan makanan untuk menjaga ketahanan pangan kita.

Di antara beberapa biomassa yang mengemuka menjadi bahan baku bahan makanan adalah limbah pabrik pengalengan nanas berupa limbah bonggol buah nanas yang dapat menjadi bahan baku produksi enzym bromelin dan maltodextrin dan limbah pabrik minyak goreng sawit berupa pelepah, tandan kosong dan cangkang sawit menjadi bahan baku produksi karoten.
 

MALTODEXTRIN
Maltodextrin adalah derivat dari pati yang bisa larut dalam air. Dalam industri pangan ada beragam manfaat maltodextrin, di antaranya adalah

  • Mengentalkan makanan
  • Menambah volume makanan
  • Meningkatkan konsistensi dan mempertahankan tekstur makanan
  • Mengawetkan makanan dan minuman kemasan (Adrian, K, 2021)

Maltodextrin juga sering digunakan sebagai bahan campuran pemanis makanan dan minuman. Selain dari industri pangan, maltodextrin juga dapat digunakan sebagai pengental
produk perawatan tubuh, seperti lotion dan shampoo.

Bahan baku maltodextrin yang sebenarnya termasuk jenis karbohidrat diekstraksi dari pati tumbuhan, seperti jagung, beras, kentang, dan gandum. Namun saat ini diupayakan diambil
dari limbah biomassa seperti yang dikembangkan hasil kerjasama penelitian dari Unpad Bandung dan PT Great Giant Pineapple yaitu menggunakan limbah produksi buah nanas
kemasan yaitu bonggol nanas. Bonggol nanas terbukti masih banyak mengandung karbohidrat dan enzym bromelin. Di pabrik pengolahan buah nanas kemasan yang berlokasi
di Lampung tersebut memproduksi limbah bonggol nanas sebanyak rata-rata 50 ton per-hari. Dapat dibayangkan jika limbah sebanyak itu hanya dibuang begitu saja.

Proses pembuatan maltodextrin dari limbah biomassa bonggol nanas terdiri dari empat tahapan utama yaitu
1. Proses ekstraksi pati dari limbah bonggol nanas
2. Proses hidrolisis pati secara enzimatis
3. Penyaringan dengan kation anion exchange
4. Proses pengeringan menggunakan spray drying.

 

Walaupun maltodextrin menurut FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat termasuk bahan kimia yang GRAS (Generally Recognized as Safe) artinya aman sebagai bahan makanan bagi kesehatan manusia tetapi kita harus hati-hati menggunakannya karena indeks glikemik (IG) maltodextrin cukup tinggi, sehingga tidak disarankan untuk penderita diabetes.
 

KAROTEN
Indonesia telah menjadi salah satu negara yang menghasilkan minyak sawit terbesar di dunia. Menurut data BPS pada tahun 2022 produksi kelapa sawit Indonesia tahun lalu (2021) mencapai lebih dari 46 juta ton. Dengan demikian limbah sawit-pun juga berlimpah.

Limbah perkebunan dan industri minyak sawit berupa tandan kosong sawit, cangkang sawit, serat sawit, pelepah sawit dan batang sawit. Limbah sawit berupa tandan kosong sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan karoten. Karoten adalah pigmen berwarna jingga atau oranye yang banyak terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan. Beberapa anggotanya terlibat dalam proses fotosintesis. Karoten terdiri atas alfa-karoten, beta-karoten dan gama-karoten. Karoten menyebabkan warna oranye wortel, tapi juga tanaman lain seperti ubi jalar, melon dan jeruk.
Karoten juga bertanggung jawab atas warna oranye pada dedaunan kering. Karoten juga (dalam konsentrasi yang lebih rendah) memberikan warna kuning pada lemak susu dan mentega. Karoten berkontribusi pada fotosintesis dengan mentransmisikan energi cahaya yang diserap tumbuh-tumbuhan ke klorofil. Karoten juga melindungi jaringan tanaman dengan membantu menyerap energi dari molekul oksigen yang terbentuk selama proses fotosintesis.

Di dalam tubuh, beta karoten diubah menjadi vitamin A, yang memegang sejumlah peranan penting. Berikut ini adalah berbagai manfaat beta karoten bagi kesehatan:
Menjaga kesehatan mata, terutama untuk mencegah katarak dan degenerasi makula.

Menjaga kesehatan kulit dan mengurangi risiko kulit terbakar sinar matahari, termasuk pada orang yang kulitnya sensitif terhadap sinar matahari.
Mencegah rabun ayam dan mengurangi risiko kematian pada ibu hamil, juga penting untuk mengurangi risiko terjadinya demam dan diare setelah melahirkan.
Mencegah risiko penyakit paru-paru, seperti penyakit paru-paru. Selain itu, beta karoten juga membantu mencegah bronkitis dan sesak napas (Putri, A. 2021).

Produksi karoten dari tandan kosong sawit (TKS) akan menghasilkan karoten alami. Dibandingkan dengan pembuatan karoten sintetik, karoten alami akan menghasilkan lebih dari 1 jenis karoten sehingga batas konsumsi harian lebih besar. TKS dihasilkan setelah proses sterilisasi dan perontokan pada pabrik minyak sawit. TKS mengandung lignoselulosa dan sisa minyak. TKS secara alami ditumbuhi jamur, dan jamur tersebut berwarna oranye.
Produksi karoten dari TKS berjamur dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan bioreaktor dan dilanjutkan dengan proses ekstraksi.

NATA DE COCO
Nata de Coco adalah sejenis minuman atau hidangan penutup yang terlihat seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Makanan ini dihasilkan dari fermentasi
air kelapa, dan mulanya dibuat di Filipina. "Nata de coco" dalam bahasa Spanyol berarti "krim kelapa". Krim yang dimaksudkan adalah santan kelapa. Penamaan nata de coco dalam bahasa Spanyol karena Filipina pernah menjadi koloni Spanyol.
Bibit nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen. Dalam
kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa
tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya tampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata de Coco sangat baik bagi kesehatan manusia karena merupakan sumber serat alami. Serat dalam tubuh kita memang tidak bernilai gizi tapi membantu proses pencernaan kita berfungsi dengan baik.
Bahan baku utama Nata de Coco adalah air kelapa. Pada industri pengolahan minyak goreng dari kelapa, air kelapa menjadi limbah yaitu ketika daging kelapa diproses menjadi kopra. Jika air kelapa dibuang begitu saja di lahan atau di sungai akan sangat mengganggu hewan dan tumbuhan karena bersifat asam.
Dalam skala industri, proses pembuatan Nata de Coco sangat mementingkan keberadaan bakteri Acetobacter xylinum sebagai bakteri utama industri nata. Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, tetapi akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28° 31 °C. Bakteri ini
sangat memerlukan oksigen.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, tetapi untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan.
Saat ini dengan bakteri yang sama telah dikembangkan beberapa jenis nata dengan bahan baku lembaran nata yang berbeda. Antara lain nata de pina dengan bahan baku cairan buah nanas, nata de soya dari limbah produksi tahu, juga nata de whey dari cairan limbah pembuatan keju.