TEPUNG LOKAL UNTUK PRODUK BAKERI
Kamis, 10 Maret 2022 - 19:21:57 WIBDibaca: 920 kali
Ada banyak pelajaran baik yang perlu diambil selama pandemi COVID-19. Salah satunya terkait rantai pasok pangan yang mengalami kendala akibat adanya pembatasan yang diterapkan. Dari hal tersebut, pemanfaatan pangan di sekitar atau pangan lokal menjadi alternatif solusi untuk dapat terus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pada aspek yang lebih luas pemanfaatan pangan lokal ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan serta pada bidang yang lebih spesifik, seperti industry bakeri, pemanfaatan pangan lokal dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor terigu.
Indonesia memiliki sumber pangan lokal yang beranekaragam dan berpotensi untuk dikembangkan. Keanekaragaman pangan lokal diharapkan dapat membantu dalam melepas ketergantungan Indonesia terhadap impor tepung terigu. Pada beberapa kasus, konsumsi tepung terigu juga kurang ramah bagi konsumen yang tidak toleran terhadap gluten. Beberapa di antaranya dapat menyebabkan terjadinya gastrointestinal symptoms, gut inflammation serta yang terparah adalah kerusakan saluran pencernaan yang dikenal dengan celiac disease (Tethool dan Dewi, 2017).
Celiac Disease merupakan penyakit yang mengganggu fungsi pencernaan pada usus halus dan mengurangi penyerapan zat gizi dari makanan. Penderita celiac disease yang mengonsumsi protein pada gluten dapat menyebabkan kehilangan berat badan, anemia, diare, flatulensi, dan defisiensi folat dan osteopenia akibat rendahnya penyerapan nutrisi (Lopez et al, 2004), Kondisi ini perlu dilakukan upaya penanganan yaitu dengan mengganti penggunaan tepung terigu.
Penelitian-penelitian sebagai upaya untuk mengurangi atau menggantikan penggunaan terigu pada pembuatan produk bakeri telah dilakukan oleh banyak perguruan tinggi, litbang, industri dan masyarakat. Tepung yang digunakan untuk substitusi beragam, misalnya tepung jagung, tepung singkong. Mokaf, tepung pisang, tepung sukun. tepung sorgum, bahkan tepung yang agak sulit diperoleh, seperti jewawut, hanjeli, biji duren, garut, ganyong dan gembili.
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan dalam rangka penggunaan tepung lokal pada produk bakeri, secara umum dapat dikategorikan pada dua kelompok utuma, yaitu:
a. Penggunaan tepung lokal sebagai substitusi tepung terigu.
Tepung lokal ditambahkan ke terigu paada tingkat tertentu (misalnya 10%, 15% atau 20%) yang diharapkan dapat menghasilkan produk yang tidak berbeda nyata dengan control yang dibuat dari 100% terigu. Pada hasil penelitian substitusi, biasanya riset dilakukan pada produk roti manis, roti tawar, donat atau yang sejenisnya. Namun demikian, sebagai catatan perlu kewaspadaan pada kesimpulan penelitian. “Tidak berbeda dengan control”, biasanya diperoleh dari proses yang dilakukan oleh peneliti yang belum mahir membuat produk bakeri dan atau analisis organoleptic dilakukan oleh panelis tidak terlatih.
b.Penggunaan tepung lokal tanpa terigu.
Produk dibuat dari 100% tepung non-terigu, dengan karakteristik mutu yang dapat diterima oleh panelis. Pada produk roti manis, roti tawar atau donat, biasanya produk yang dihasilkan memiliki kelemahan utama yaitu tingkat pengembangan roti yang sangat terbatas. Tetapi penelitian produk kukis atau kue, dapat dihasilkan produk yang dapat diterima dengan baik oleh panelis.
Kriteria produk bakeri non terigu
Produk bakeri secara umum dapat dibedakan menjadi produk roti, kue dan kukis. Produk roti biasanya dibuat menggunakan bahan terigu. Pengembangan produk mengandalkan protein gluten yang ada didalamnya. Contoh produk ini diantaranya adalah roti manis, roti tawar, chesse roll, ensaymada, burger dan roti boy. Ciri produk dengan gluten biasanya sering menggunakan ragi dalam proses pembuatannya. Produk dengan karakteristik seperti ini jika akan dilakukan substitusi tepung dengan non-terigu akan menurunkan mutu roti. Kendati demikian dengan formulasi yang sedikit, hasil dari panelis tidak dapat membedakan.
Pada roti bebas gluten ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama pada parameter fisik roti. Struktur gluten merupakan kunci pembentuk karakter roti yang diinginkan tanpa adanya gluten menyebabkan kemampuan menahan gas CO2 dari adonan tepung akan berkurang sehingga karakter adonan roti tidak dapat mengembang dengan baik dan tidak bersifat plastis dan elastis. Namun saat ini juga telah banyak jenis produk bakeri yang tidak memerlukan gluten pada proses pembuatannya. Untuk itu maka produk-produk ini juga tidak menggunakan ragi, berbeda dengan produk yang dijelaskan sebelumnya. Beberapa contoh produk ini adalah ciffon, brownies, muffin, kukis/biscuit. Jenis produk ini dapat dibuat dengan berbagai jenis tepung. Hanya memerlukan formulasi dan penyesuaian terhadap ingredient yang digunakan seperti air, karena setiap jenis tepung memiliki karakteristik yang berbeda dalam penyerapan air.
Upaya peningkatan mutu roti non-terigu
Factor mutu yang paling menentukan penerimaan konsumen terhadap produk roti adalah volume pengembangan spesifik dan kekerasan roti. Volume pengembangan spesifik dan kekerasan roti. Volume pengembangan spesifik merupakan kemampuan adonan dalam menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi. Tingkat volume pengembangan spesifik roti dipengaruhi oleh jumlah gas CO2 yang dihasilkan selama proses proofing. Kekerasan juga mempengaruhi pada penerimaan konsumen dan merupakan karakteristik roti yang penting karena penggunaan tepung tanpa kandungan gluten dapat terjadi pengembangan yang tidak sempurna dan juga mengurangi volume roti sehingga menyebakan tekstur roti menjadi keras dan padat. Kekerasan dapat dideskripsikan juga sebagai bentuk dari kehilangan kelembutan dan crumb roti. Beberapa penelitian menyatakan bahwa peran gluten dapat digantikan dengan menggunakan bahan tambahan pangan seperti hidrokoloid yang dapat membentuk lapisan film tipis dengan pati untuk menahan gas CO2 dari proses fermentasi. Pembuatan roti tawar bebas gluten dapat dilakukan dengan penambahan hidrokoloid seperti Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC), xanthan gum atau glukomanan sebagai pengganti peran gluten. Hidrokoloid merupakan komponen polimer yang berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba atau komponen sintetis yang umumnya mengandung gugus hidroksil. Hidrokoloid bersifat larut dalam air, mampu membentuk koloid dan dapat mengentalkan atau membentuk gel dari suatu larutan. Penambahan hidrokoloid pada tepung bebas gluten (seperti tepung beras dan jagung) akan menghasilkan sifat viskoelastis gluten dan meningkatkan struktur, atribut sensori dan umur simpan adonan. Hidrokoloid yang ditambahkan pada tepung beras gluten seperti xanthan gum, guar gum, glukomanan dan Hydroxypropyl Methyl Cellulose (HPMC) dapat meningkatkan penyerapan air pada adonan, memperkuat ikatan adonan dan meningkatkan kemampuan adonan dalam mempertahankan gas hasil fermentasi. Industrialisasi produk bakeri berbahan baku tepung local, saat ini telah dilakukan pada skala kecil. Target utama pasar yang dituju adalah konsumen yang tidak mengkonsumsi terigu. Harga jual produk lebih mahal dibandingkan dengan produk bakeri dari terigu. Industrialisasi pada skala besar menghadapi kendala pada ketersediaan, konsistensi mutu, dan harga tepung lokal. Biaya produksi menjadi lebih tinggi dan sulit bersaing dengan produk bakeri dari terigu, jika pasar yang dituju adalah konsumen umum. Tanpa keseriusan pemerintah untuk menerapkan bea masuk impor gandum, maka industrialisasi produk bakeri dari tepung lokal, sepertinya tidak akan berhasil
Referensi
Andri Y. 2019. Konsumsi terigu pad a 2019 ditaksir tumbuh di atas 6%. ekonomi.bisnis.com/read/20181211/12/868376/konsumsi-terigu-pada-2019-ditaksir-tumbuh-di-atas-6.
Lopez B, Pereira G, dan Junqueira G. 2004. Flour mixture of rice flour, corn and cassava starch in the production of gluten-free white bread. Journal Of Brazilian Archives Of Biology And Technology. 47 (1):63-70.
Tethool EF, Dewi AMP. 2017. Pengaruh konsentrasi xanthan gum terhadap sifat fisikomia tepung komposit dan roti yang dihasilkan dari ubi jalar dan sagu. Didalam: Rochmadi, Jamasri, Richardius, editor. Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-8; 2017 Aug 23; Semarang, Indonesia. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim. him 61-66.
herdthai N, Zhou W, Jangchud K. 2007. Modeling of the effect of relative humidity and temperature on proving rate of rice-flour-based dough. Swiss Society of Food Science and Technology. 40: 1036-1040.
https://issuu.com/pustakapangan01/docs/fri_edisi_2_2022?fr=sZTNkNjQzMjI4ODY