DAMPAK ERA DISRUPSI AKIBAT REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DAN PANDEMI COVID-19 BAGI INDUSTRI PANGAN
Jumat, 28 Mei 2021 - 10:49:00 WIBDibaca: 1523 kali
Para ilmuwan mengamini bahwa dunia saat ini masuk dalam situasi ketidakpastian dengan timbulnya perubahan-perubahan yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya baik karena perkembangan Iptek di bidang Teknologi Informasi maupun pandemi Covid-19. Kita pun melihat tumbangnya institusi-institusi bisnis yang dulunya dianggap sangat kuat dan berpengaruh tapi tidak mampu berubah dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Maka era ini disebut-sebut sebagai era disrupsi. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) istilah disrupsi berarti sesuatu hal yang tercabut dari akarnya. Dalam bahasa sehari-hari dapat berarti perubahan yang mendasar atau fundamental. Perubahan-perubahan tersebut begitu ekstrimnya, tidak mampu diramal atau diprediksi sebelumnya, efeknya mampu membongkar kemapanan dan merusak tatanan yang sudah baku.
Menurut Nuryana (2018) sebenarnya konsep dan teori disrupsi mengacu pada teori disruptive innovation yang jauh-jauh hari sudah diprediksi oleh Clayton M. Christensen (1952), seorang profesor administrasi bisnis di Harvard Business School, Harvard University. Teori ini merujuk pada semua inovasi yang menciptakan pasar, nilai, dan tradisi baru yang kemudian menginterupsi dan mengganggu kemapanan pasar, nilai, dan tradisi lama. Inovasi tersebut bahkan mengganti peran perusahaan, produk, konstelasi bisnis yang sementara berkuasa.
Istilah disrupsi saat ini juga patut disandingkan dengan istilah lain yang saat ini sangat viral di kalangan pebisnis dan industriawan yaitu era Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi yang kasat mata terlihat saat ini dimana pelaku industri harus merubah drastis mindset mereka tentang berbisnis dan cara menghasilkan produk barang dan jasa. Bagi generasi baby boomers yang lahir setelah era Indonesia merdeka sampai jaman Orde Baru tentunya pernah belajar sejarah tentang perubahan dunia yang begitu drastis setelah James Watt menemukan mesin uap pada tahun 1782 dan merubah cara orang memproduksi barang kebutuhan sehari-hari yang dikenal sebagai Revolusi Industri. Pada era ini manusia merubah produksi manual menggunakan tenaga manusia menjadi produksi massal dengan mesin.
Era Revolusi Industri 2.0 terjadi ketika orang menemukan energi listrik. Dunia industri kemudian menciptakan mesin berenergi listrik yang menghasilkan produk massal yang masif dengan kelebihan harga jual ditekan. Era ini dimulai tahun 1870an di Eropa dan Amerika Utara. Sedangkan Era Revolusi Industri 3.0 ditandai dengan penggunaan komputer di semua aspek kehidupan manusia termasuk di industri dan bisnis pada awal tahun 1970an. Industripun berubah menjadi lebih otomatis yang mampu menurunkan biaya produksi sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga kerja.
Terakhir, Era Revolusi Industri 4 yang saat ini berlangsung didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan teknologi digital terutama dengan masifnya hubungan interconnection network (internet) di semua aspek kehidupan manusia. Dampaknya tidak hanya pada kalangan pebisnis dan industri tetapi juga pada aspek sosial-ekonomi, pemerintahan, geo-politik dan hubungan antar individu. Sehingga bagi beberapa kalangan menganggap Revolusi Industri 4.0 identik dengan Revolusi Peradaban Manusia.
DAMPAK DAN ANTISIPASI DISRUPSI DI INDUSTRI PANGAN
Era Disrupsi sekaligus Era Revolusi Industri 4.0 harus diantisipasi oleh pelaku industri pangan, baik kalangan industri besar maupun UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) jika tidak ingin musnah tertelan jaman. Banyak sekali perubahan dalam 2-3 tahun terakhir jika dibandingkan dengan 10-20 tahun sebelumnya. Ada banyak institusi bisnis besar yang kolaps, tetapi juga banyak start-up yang lahir, tumbuh dan membesar di era ini. Perilaku konsumen juga berubah, termasuk juga untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Kunci bagi pelaku bisnis dan industri, termasuk kalangan UMKM, adalah terus berpikir kreatif menghasilkan inovasi baru.
Sebut beberapa perubahan yang makin bergulir saat ini dan akan mewarnai masa depan kita, bahkan sudah semakin marak saat ini antara lain:
E-commerce
E-commerce atau pasar online merupakan salah satu “anak” yang lahir di Era Disrupsi. Pasar yang merupakan tempat pertemuan antara pedagang dan pembeli sekarang tidak perlu sebuah tempat fisik yang kasat mata, tetapi cukup di dunia virtual. Pembeli tidak perlu kenal dengan pedagang, tetapi cukup melihat rekam jejaknya secara digital untuk mengetahui kredibilitasnya. Pedagang juga tidak perlu mengetahui pembeli dari kalangan mana, asal sudah ada deal dengan mutu barang dan harganya langsung saja dilayani. Saat ini bantuan dari lembaga yang disebut sebagai fintech (financial technology) suatu aplikasi keuangan yang berfungsi sebagai perbankan sangat mendukung keberadaan e-commerce.
Salah satu peluang bagi UMKM dengan e-commerce adalah efisiensi biaya produksi yaitu hanya memproduksi berdasarkan pesanan, jumlah karyawan yang terbatas dan tidak perlu banyak memikirkan pajak untuk tempat display atau etalase produk.
Fintech
Fintech atau financial technology adalah hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderen, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dengan gadget, entah itu PC, smart phone atau notebook. Fintech muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini didominasi oleh penggunaan teknologi informasi karena tuntutan hidup yang serba cepat.
Menurut laman resmi Bank Indonesia, dengan Fintech, permasalahan dalam transaksi jual-beli dan pembayaran seperti tidak sempat mencari barang ke tempat perbelanjaan, ke bank/ATM untuk mentransfer dana, keengganan mengunjungi suatu tempat karena pelayanan yang kurang menyenangkan, jauh, tranportasi sulit karena macet dan lain-lain dapat diminimalkan. Dengan kata lain, Fintech membantu transaksi jual beli dan sistem pembayaran menjadi lebih efisien dan ekonomis namun tetap efektif.
Jika suatu usaha makanan atau jasa kuliner tidak ikut ambil bagian dalam jaringan fintech, sementara usaha kuliner yang lainnya ikut menjadi partner, dapat dipastikan usaha kulinernya tidak seramai yang berpartner.
Aplikasi Transportasi Online
Jasa transportasi online juga merupakan jasa mutakhir yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Aplikasi transportasi berbasis online ini diciptakan dengan tujuan untuk mempermudah seseorang yang ingin bepergian. Transportasi online adalah transportasi yang menggunakan aplikasi sebagai penghubung antara pengguna dan pengemudi yang sangat mempermudah pemesanan, selain itu juga tarif perjalanan sudah langsung bisa dilihat pada aplikasi. Kelebihan transportasi online yang dirasakan konsumen antara lain adalah relatif murah, mudah memesannya, efesien dan efektif, bahkan bebas uang tunai.
Saat ini layanan transportasi online telah berkembang lebih luas, tidak sekedar usaha transportasi orang, tetapi juga transportasi barang atau jasa kurir, jasa membelikan makanan, jasa melayani berbelanja di pasar atau toko. Ada peluang dan potensi peningkatan usaha bagi UMKM yang berbisnis bidang makanan, untuk memperluas cakupan usahanya dengan merangkul jasa transportasi online. Diharapkan dengan adanya transportasi online omset dapat meningkat karena ada perluasan cakupan wilayah konsumen, karena mau tidak mau nama dan produk UMKM akan dikenal lebih luas karena diiklankan oleh jasa perusahaan transportasi online.
Produk Pangan Sehat “Tailor Made”
Pemanfaatan teknologi dalam memproduksi inovasi produk makanan “Tailor Made” sudah dilakukan oleh produsen makanan ternama, Nestle. Nestle menggabungkan antara kecerdasan buatan (AI: Artificial Intelligence) dengan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) untuk menghasilkan produk makanan sehat yang dibutuhkan per individu. Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap bahan makanan. Selain masalah genetik juga akibat pengaruh penyakit yang diidapnya, kebiasaan-kebiasaan yang mungkin mempengaruhi sistem pencernaannya dan sebagainya. Kondisi tubuh yang berbeda memerlukan makanan yang berbeda pula. Jika apa yang dimakan sesuai dengan kebutuhan tubuh, maka kondisi kesehatannya juga akan baik. Hasilnya, manusia pun diprediksi bisa hidup lebih lama yakni lebih dari 100 tahun (Anonymous, 2018).
Dengan produk pangan sehat yang berbasis “tailor made”, karena ternyata setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap asupan makanannya, diperlukan peralatan produksi makanan yang khusus yang dapat mengolah bahan makanan sesuai dengan yang dibutuhkan individu konsumen. Produsen harus siap dengan varian produk yang sangat beragam sesuai dengan kebutuhan konsumennya yang berbeda satu dengan lainnya. Selain itu informasi tentang derajat kesehatan konsumen sangat dibutuhkan oleh karena itu peran konsumen untuk terbuka dengan kondisi kesehatannya menjadi penting. Dalam era new normal konsumen harus mengutamakan kesehatan dibandingkan selera atau kepuasan organoleptik, sedangkan bagi pemerintah harus mengutamakan aspek ketersediaan dan keterjangkauan harga.
Produksi Pangan Fungsional Pemicu Peningkatan Antibodi
Era Pandemi Covid-19 mendorong manusia untuk mengkonsumsi makanan sehat dan semakin meninggalkan makanan “sampah” atau junk food yang tidak berguna bagi tubuhnya. Diprediksi ke depan makin banyak orang akan menoleh ke pangan fungsional.
Makanan mempunyai sifat fungsional bila mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis makanan sudah dikembangkan ke arah itu agar memiliki senyawa nirgizi (bioaktif) selain kandungan gizi makro dan mikronya, baik melalui modifikasi maupun perancangan khusus.
Sampai saat ini sudah ada 2 komponen makanan fungsional yang dipelajari secara mendalam, yaitu: fitosterol dan probiotik. Namun tidak menutup kemungkinan ke depan yang diteliti adalah bagaimana membuat bahan makanan yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit atau membangkitkan antibodi yang dapat menghancurkan bibit penyakit yang masuk ke tubuh termasuk virus. Di Indonesia beberapa bahan makanan lokal yang mungkin dapat dikembangkan adalah yang sudah dikenal berkhasiat obat seperti jahe, kunyit, daun kelor, galing-galing dan kulit manggis.
PENUTUP
Sepuluh tahun terakhir dunia memasuki era perubahan yang disebut era disrupsi. Perubahan-perubahan tersebut begitu ekstrimnya, tidak mampu diramal atau diprediksi sebelumnya, efeknya mampu membongkar kemapanan dan merusak tatanan yang sudah baku. Apalagi ketika Pandemi Covid-19 mengemuka sejak Maret 2020.
Menjelang Era New Normal pasca Pandemi Covid-19 sebut beberapa perubahan yang makin bergulir saat ini dan akan mewarnai masa depan kita, antara lain: maraknya e-commerce, munculnya lembaga fintech, aplikasi transportasi daring atau online dan munculnya produk pangan sehat yang diproduksi secara kustom serta potensi pengembangan pangan fungsional yang bisa memicu antibodi. Kunci bagi pelaku bisnis dan industri, termasuk kalangan UMKM, adalah terus berpikir kreatif menghasilkan inovasi baru.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2018. UMKM Harus Gesit Berinovasi di Era Disrupsi. https://uns.ac.id/id/uns-update/umkm-harus-gesit-berinovasi-di-era-disrupsi.html
Nuryana, Arief. 2018. UMKM Kuliner Era Disrupsi. https://news.solopos.com/read/ 20181206/525/957331/umkm-kuliner-era-disrupsi.
Penyusun:
Richardus Widodo
Agroindustri FV Untag Surabaya