DICARI: Makanan Fungsional ASLI INDONESIA*

Sabtu, 12 Desember 2020 - 14:22:01 WIB
Dibaca: 2884 kali

Pola makan orang Indonesia saat ini, khususnya kaum urban dan sub-urban, cenderung berlebihan lemak, garam dan karbohidrat, tapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti yang ada pada kandungan makanan jenis cepat saji (fast food). Sarat kolesterol, tinggi asam lemak jenuh, tinggi garam, tinggi BTM (bahan tambahan makanan) dan rendah kandungan serat dipastikan menjadi kelemahan menu makanan cepat saji.

Sebagian masyarakat kita masih rela sistem pencernaannya diisi oleh berbagai jenis makanan yang tak sehat alias junk food itu. Sementara itu, makanan tradisional Indonesia justru sering diremehkan. Sampai kini sebagian orang kota menganggap tempe, misalnya, sebagai makanan marginal. Padahal dengan komponen fitokimia yang dikandung tempe cukup tinggi, tempe potensial diolah tidak saja sebagai makanan sehat tetapi juga sebagai obat.  Saat ini pada ahli pangan dan gizi Indonesia terus berupaya mencari bahan pangan asli Indonesia untuk dijadikan pangan yang tidak hanya bergizi tetapi juga menjadi obat.

Di dalam masyarakat yang telah maju mengkonsumsi suatu makanan tidak lagi semata mempertimbangkan nilai gizi, kelezatan dan penampilannya saja, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Setelah berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi dan cita rasa pemuas mulut, pangan juga harus berfungsi menjaga kebugaran. Bahkan dituntut mampu menyembuhkan suatu penyakit. Kenyataan ini menunjukkan makanan harus bersifat fungsional.

Apa Itu Makanan Fungsional

Makanan mempunyai sifat fungsional bila mengandung senyawa gizi dan nirgizi, yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ke arah yang bersifat positif. Berbagai jenis makanan sudah dikembangkan ke arah itu agar memiliki senyawa nirgizi (bioaktif) selain kandungan gizi makro dan mikronya, baik melalui modifikasi maupun perancangan khusus. 

Sekadar menyebut contoh, kita mengenal susu asam probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan produk sejenisnya. Selain itu telah beredar pula produk pangan tanpa lemak (mengandung fat substitute) yang diperkaya dengan mineral, produk nonkolesterol atau kadar kolesterol dan lemaknya diturunkan. Berbagai produk makanan seperti sereal, biskuit dan minuman diperkaya serat; permen dirancang supaya mengandung zat besi, yodium, vitamin dan frukto-oligosakarida; sosis diperkaya serat, oligosakarida dan kalsium yang dirancang sedemikian rupa agar memenuhi kriteria sebagai makanan fungsional.

Hipocrates, yang dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan "Let your food be your medicine” atau “jadikan makananmu sebagai obat”. Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Janganlah dibalik, menjadikan obat sebagai makanan kita karena saking banyaknya penyakit yang menjangkiti tubuh kita sehingga kita butuh banyak obat.

Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk food.

Perkembangan Iptek Makanan Fungsional

Sampai saat ini sudah ada 2 komponen makanan fungsional yang dipelajari secara mendalam, yaitu: fitosterol dan probiotik. Fitosterol adalah komponen yang mirip kolesterol yang dapat kita dapatkan pada jaringan tanaman. Namun fitosterol sama sekali tidak memiliki sifat yang sama dengan kolesterol. Fitosterol menguntungkan bagi pengidap hiperkolesterol. Sedangkan probiotik adalah komponen gizi yang dapat meredam diare akut.

Komponen pangan fungsional lain selain fitosterol dan probiotik masih cukup banyak dipelajari. Seperti misalnya flavonoid pada apel, likopen pada tomat dan lesitin pada tempe. Karotenoid pada pangan yang masih kontroversial saat ini, golden rice, varietas padi yang diperkaya dengan karotenoid dari wortel dengan cara rekayasa genetika, potensial dianggap sebagai makanan fungsional. Susu juga dianggap sebagai pangan fungsional karena banyak sekali komponen susu dapat berfungsi mencegah penyakit, bahkan menyembuhkan penyakit.

Tabel di bawah menunjukkan hubungan makanan fungsional dengan penyakit tertentu. Bahwa beberapa komponen dalam makanan bisa berfungsi sebagai obat atau komponen untuk mencegah penyakit.

Tabel 1 : Hubungan Makanan Fungsional dan Penyakit

Penyakit

Komponen makanan fungsional

Potensi Keuntungan bagi Kesehatan

Atherosclerosis dan penyakit-penyakit cardiovaskuler

Fitosterol, asam lemak omega-3

Mengurangi kadar kolesterol dan risiko jantung koroner

Kanker

Serat makanan, karotenoid, flavonoid, fitoestrogen

Sebagai antioksidan pengikat radikal bebas, antikarsinogen

Obesitas

Leptin

Pengontrol selera makan

Osteoporosis

Inulin, whey-protein, fitoestrogen

Memperkuat struktur tulang, mencegah resorpsi kalsium

Sumber : R. Chadwick et al. 2003 (diolah)

Tempe sebagai Makanan Fungsional Asli Indonesia

Kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan fungsional makin berkembang khususnya di negara maju. Mereka bersedia membayar lebih mahal untuk makanan yang bisa menyehatkan tubuh, bahkan menyembuhkan penyakit dan memperlambat proses penuaan. Di Indonesia makanan fungsional pabrikan masih belum menjadi trend. Beberapa merek sudah tersedia di pasaran seperti produk yang mengandung bakteri probiotik, produk-produk fitosterol, asam lemak omega-3 dan likopen. Susu untuk balita sudah banyak mengandung komponen-komponen pangan fungsional, seperti mengandung synbiotik (sinergi antara probiotik dan prebiotik) bahkan serat pangan.

Bagi ukuran kantong masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan dan minuman fungsional buatan pabrik adalah sesuatu yang dianggap mewah. Ada pilihan makanan fungsional yang jauh lebih murah bagi masyarakat Indonesia yaitu tempe, yang oleh para ahli pangan dan gizi sudah disejajarkan dengan makanan fungsional.

Tempe telah diketahui oleh masyarakat mengandung protein nabati yang cukup tinggi baik kualitas maupun kuantitasnya, sehingga bisa menjadi pengganti protein daging, telur maupun susu. Tempe juga mengandung asam lemak esensial, mengandung antioksidan yang dapat menghambat proses penuaan, mengandung isoflavon yang berfungsi sebagai anti kanker, vitamin B12 yang tinggi, kaya akan serat makanan, mengandung phospor yang berguna bagi untuk berbagai reaksi metabolisme tubuh serta mengandung antibiotik alami yang dapat menghambat munculnya berbagai penyakit.

Tempe juga mengandung lesitin suatu komponen gizi yang sangat menyehatkan, yaitu dapat meningkatkan kerja otak dan mendorong penurunan berat badan secara alami. Artinya, tempe bernilai strategis karena mempunyai kontribusi terhadap asupan gizi masyarakat Indonesia yang tidak bisa diremehkan tetapi harganya relatif murah. Namun demikian penelitian tentang tempe masih diperlukan jika tempe ingin ditingkatkan sebagai obat, khususnya penelitian yang lebih spesifik tentang komponen-komponen fungsional tempe dan bioavailabilitasnya.

 

REFERENSI

 

R. Chadwick, S. Henson, GJB. Koenen, C. Midden, B. Moseley, M. Liakopoulos, GR. Rechkemmer, D. Schroeder and A. Von Wright. 2003. FUNCTIONAL FOODS. Wissenschaftsethik und Technik-folgenbeurteilung. Band 20. Springer. Berlin.

 

*) Materi tulisan diambil dari buku PANGAN, KESEHATAN DAN LINGKUNGAN HIDUP KITA (2019) Richardus Widodo – Agroindustri FV Untag Surabaya