PERUBAHAN PERILAKU KONSUMEN AKIBAT PANDEMI
Senin, 14 September 2020 - 05:49:13 WIBDibaca: 1062 kali
Pandemi Covid19 yang mulai merebak sejak bulan Februari 2020 telah merubah wajah dunia. Perubahan yang sangat cepat ini tentu saja juga memiliki dampak terhadap perekonomian dan kesejahteraan secara umum. Produsen mau tidak mau harus mempelajari efek pandemi ini terhadap pasar dan perilakunya agar tidak ditinggalkan konsumen. Tidak terkecuali produsen bahan pangan yang menjadi concern Program Studi Agroindustri Fakultas Vokasi Untag Surabaya.
Menurut Yuswohadi yang ditulis dalam “Consumer Behavior Shifting” menegaskan paling tidak ada 4 (empat) mega shift (pergeseran masif) dalam masyarakat, termasuk perilakunya sebagai konsumen yaitu:
- Gaya Hidup Baru “STAY AT HOME” atau tinggal di rumah.
- Konsumen beralih menerapkan PHYSICAL DISTANCING atau lebih jauh lagi SOCIAL DISTANCING.
- Munculnya EMPATHY SOCIETY atau masyarakat yang berempati.
- Kebutuhan manusia saat pandemi ini bergeser ke kebutuhan dasar (BASIC NEED) untuk hidup.
Gaya hidup STAY AT HOME diakui maupun tidak berangkat dari keterpaksaan. Kita mau tinggal di rumah dalam waktu lama agar kita tidak menjadi agen penularan atau bahkan sumber penularan virus corona bagi sekitar kita atau justru mencegah kita kontak dengan sumber penularan. Gaya hidup ini membuat orang tidak bisa beraktivitas di luar rumah termasuk bekerja, work from home (WFH) menggantikan work from office (WFO), Belajar di rumah menggantikan belajar tatap muka di sekolah atau kampus. Sebagai konsumen maka gaya hidup ini menggantungkan diri pada teknologi komunikasi online, pembelian secara online, mengandalkan jasa kurir terhadap semua aktivitas kita di luar rumah.
Konsumen berusaha semaksimal mungkin menjauhi kontak fisik atau diistilahkan sebagai PHYSICAL DISTANCING atau lebih jauh lagi SOCIAL DISTANCING. Konsumen beralih memperoleh informasi dan kebutuhannya menggunakan media virtual atau digital. Mereka pesan produk atau jasa melalui jasa kurir dan perusahaan logistik, menghindari sejauh mungkin kontak fisik.
Munculnya masyarakat yang berempati (EMPATHY SOCIETY). Karena makin banyaknya orang yang terpapar virus corona, entah kehilangan nyawa atau berhasil sembuh dengan perjuangan yang menyakitkan maka rasa empati bermunculan terhadap korban. Orang “makin dekat” dengan virus corona karena kalau bukan diri sendiri yang terpapar, mungkin anggota keluarga inti atau keluarga besar. Atau teman se kantor, se kampus, se sekolah. Atau orang sekampung, se-RT se-RW atau se komplek perumahan. Maka bermunculanlah lembaga-lembaga nirlaba untuk menampung dan membagikan donasi untuk masyarakat yang terpapar atau untuk garda depan penanggulangan Covid19 ini yang terdiri dari tenaga medis, aparat pemerintah, aparat keamanan dan relawan.
Di masa pandemi kebutuhan orang bergeser menuju ke kebutuhan dasar (BASIC NEED). Mengacu pada Piramida Maslow, konsumen bergeser kebutuhannya dari puncak piramida, yaitu aktualisasi diri dan harga diri (self esteem) ke dasar piramida yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan serta kesehatan. Kebutuhan dasar pangan menjadi atensi utama masyarakat, lebih dibandingkan kebutuhan yang lain. Namun produsen bahan pangan harus memehami perubahan-perubahan perilaku konsumen yang terjadi, antara lain:
1. Kebiasaan belanja online (ONLINE SHOPPING). Selama ini belanja online (online shopping) masih terbatas pada produk-produk seperti pakaian, sepatu, peralatan atau suku cadang elektronik, tiket kereta api, pesawat terbang atau hotel. Itu saja, namun dengan adanya wabah, belanja online akan melonjak menjadi bermacam-macam produk (dan jasa). Belanja online merambah ke kebutuhan harian rumah tangga, seperti belanja makanan siap saji, belanja bumbu dan kebutuhan bahan baku memasak dan kebutuhan rumah tangga lainnya seperti toiletries dan sanitasi. Ini tantangan bagi UMKM Produk Pangan yang masih menggunakan cara-cara tradisional yaitu kontak fisik di pasar atau di lapak dan bergeser ke penjualan online. Pengetahuan tentang penjualan online menjadi sangat penting saat ini.
2. Kebiasaan pesan antar makanan (FOOD DELIVERY). Selama ini konsumen memesan makanan/minuman secara online hanya untuk jenis-jenis makanan yang dianggap baru, memenuhi rasa ingin tahu, memperoleh pengalaman baru dan sebagainya. Namun dengan berlanjutnya social distancing dalam waktu yang lama, maka layanan online food delivery akan bergeser mengarah ke pemesanan makanan untuk kebutuhan rutin sehari-hari, dan menjadi kebiasaan baru sebagai bagian dari “NEW NORMAL”. Dipastikan di masa depan food delivery menjadi bersifat berlangganan untuk menekan biaya.
3. BACK TO KITCHEN. Orang makin memiliki waktu cukup luang di rumah selama pandemi memberikan kesempatan bagi mereka mengasah keahlian baru yaitu memasak. Maka produsen peralatan dapur harus menangkap trend tersebut dengan inovasi kitchen ware yang kompak, mudah penggunaannya dan terjangkau harganya.
4. Pentingnya PENGEMASAN. Dalam masa pandemi ini kemasan tidak hanya berguna untuk menjaga produk dari kerusakan tapi juga mudah didelivery tanpa mengalami kerusakan. Maka produsen bahan makanan perlu berinovasi agar produknya selain tetap higienis, aman dan sehat juga harus bisa dideliverykan dengan mudah dan “gaya”. Ini tantangan bagi UMKM produsen pangan dan kuliner untuk mengemas ulang produknya.
REFERENSI
McKinsey. 2020. How COVID-19 is changing consumer behavior—now and forever. https://www.mckinsey.com/industries/retail/our-insights/how-covid-19-is-changing-consumer-behavior-now-and-forever#
Yuswohadi. 2020. “Consumer Behavior Shifting”. https://www.yuswohady.com/2020/04/18/consumer-behavior-in-the-new-normal-the-30-predictions/
Yuswohadi. 2020. 30 Prediksi Perilaku Konsumen di NEW NORMAL. https://www.yuswohady.com/ 2020/04/23/perilaku-konsumen-di-new-normal/.
Surabaya, 13 September 2020
Richardus Widodo
Dosen Agroindustri Fakultas Vokasi
Untag Surabaya