POLA HIDUP DAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

, 28 April 2015 - 16:21:56 WIB
Dibaca: 1651 kali

Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi momok yang menakutkan bagi manusia sejak awal abad 20. Di Indonesia penyakit-penyakit kardiovaskuler, termasuk PJK, hipertensi, rematik jantung dan penyakit pembuluh darah otak, sejak tahun 1992 telah menjadi pembunuh nomor satu mengalahkan penyakit diare, TBC dan kanker. Oleh karena itu penyakit ini harus diwaspadai, terutama bagi yang telah berumur 40 tahun, sering bekerja di belakang meja sehingga tidak banyak bergerak, perokok berat atau yang berbakat kegemukan / obesitas.

 

Perubahan Pola Makan

Makin meningkatnya penderita PJK di Indonesia tidak terlepas dari perubahan pola makan masyarakat. Ada 3 tahapan pola makan masyarakat searah dengan tingkat kesejahteraannyapenghasilannya. Pola pertama adalah pola “asal kenyang” dikenal pada masyarakat sedang berkembang atau istilah pemerintah adalah masyarakat pra-sejahtera, di mana mereka berusaha memperoleh makanan dengan tujuan perut penuh atau kenyang. Pola makan seperti ini umumnya punya ciri tinggi karbohidrat. Masyarakat dengan pola makan tahap pertama ini tidak terlalu banyak mengenal PJK.  Terbukti masyarakat miskin sangat jarang menderita penyakit ini.

Pola yang kedua adalah “asal enak”. Pola ini ada pada masyarakat yang sudah mulai dapat memenuhi kebutuhan primernya secara berlebihan. Tujuan makan mereka tidak hanya memperoleh rasa kenyang tapi juga harus memuaskan selera alias enak. Pola ini berciri berkurangnya asupan karbohidrat diganti dengan asupan tinggi protein dan lemak. Masyarakat pada tahapan ini umumnya menyukai fast food yang dikenal tinggi lemak. Pola makan seperti ini sangat mendukung timbulnya PJK dan penyakit-penyakit degeneratif lainnya. Penyakit-penyakit itu timbul disebabkan tingginya kadar kolesterol, trigliserida dan asam lemak jenuh tanpa diimbangi asupan yang memadai vitamin, mineral dan serat kasar.

Masyarakat harus menyadari bahwa pola makan “asal enak” ini yang perlu diwaspadai. Nah jika seseorang sudah menyadari bahwa pola makan sekadar enak itu tidak sehat kemudian menghindarinya, maka mereka masuk pada pola makan ketiga yaitu pola makan “harus sehat”. Artinya makan itu tidak hanya bertujuan untuk “kenyang” dan “enak” tapi juga harus “sehat”. Masyarakat dengan pola makan terakhir ini akan dapat menghindari gangguan-gangguan kesehatan yang disebut penyakit degeneratif.

 

Empat Sehat

Dalam ilmu gizi kita mengenal istilah “empat sehat lima sempurna”. Jika kita mengkonsumsi makanan yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna tersebut berarti tubuh kita telah memperoleh gizi seimbang. Namun untuk menghindarkan diri dari PJK ada beberapa komponen zat gizi dari pola gizi seimbang tersebut yang lebih menonjol perannya. Minimal ada 4 komponen gizi yang harus ada dalam asupan makanan kita untuk mencegah PJK yaitu : 1) niasin, 2) vitamin C, 3) vitamin E dan 4) serat.

Niasin atau vitamin B3 banyak terdapat pada kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang ijo dan kedele. Niasin dapat menurunkan produksi LDL tubuh. LDL (Low Density Lipoprotein) kita kenal sebagai bahan baku kolesterol jahat, karena jika ada di dalam sistem peredaran darah LDL cenderung menumpuk di dinding pembuluh darah. Niasin juga berperan merangsang pembentukan prostaglandin I2, suatu hormon yang membantu mencegah pengumpulan keping darah. Oleh karena itu niasin dapat memperkecil proses aterosklerosis yang pada akhirnya dapat memperkecil resiko serangan jantung. Niasin juga terbukti mencegah berulangnya proses pengapuran pasca operasi bypass jantung koroner. Angka kecukupan gizi niasin sebenarnya cukup kecil, sehingga jika asupan gizi kita cukup seimbang kita tidak perlu takut kekurangan niasin. 

Vitamin C banyak kita kenal sebagai vitamin anti sariawan. Ternyata vitamin yang nama kimiawinya asam askorbat ini berperan penting memperbesar laju pembuangan kolesterol ke luar tubuh sebagai asam empedu. Vitamin ini juga dapat meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein), bahan baku kolesterol yang baik. Sintesis kolagen, yang merupakan jaringan ikat penting bagi kulit otot dan pembuluh darah, sangat membutuhkan vitamin C. Kekurangan vitamin ini berakibat melemahnya struktur pembuluh darah, jantung dan otot jantung. Kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan kerusakan sel dinding pembuluh darah arteri. Jadi vitamin C berperan sangat aktif mencegah serangan jantung.    Makanan yang mengandung vitamin C dosis tinggi banyak ditemukan pada buah dan jus jeruk, lemon, stroberi, pepaya, kiwi, jambu, tomat, brokoli, cabe merah dan sayuran hijau.

Vitamin E adalah nama generik dari bahan kimia yang disebut tokoferol, dengan jenis terbanyak disebut alfa-tokoferol. Vitamin ini terkenal sebagai antioksidan atau zat anti radikal bebas. Radikal bebas sangat reaktif sehingga dapat merusak sel. Vitamin E juga dikenal sebagai vitamin yang dapat mencegah penyakit katarak, mempercepat penyembuhan luka, melawan toksin khususnya nikotin dan sebagai komponen penyubur sistem reproduksi.  Vitamin E konsentrasi tinggi banyak kita temukan pada lembaga gandum, minyak sayur, seperti minyak kedele, minyak wijen, lebih-lebih minyak zaitun. Banyak juga ditemukan pada kacang-kacangan dan biji-bijian, sayuran hijau, serealia, ikan tuna, mackerel dan salmon. 

Akhir-akhir ini produk pangan yang mengandung serat diet makin dicari konsumen. Banyak sekali produk yang mengklaim diri mengandung banyak serat menjajakan diri. Dulu serat dianggap tidak punya arti sama sekali bagi kesehatan tubuh, oleh karena itu keberadaannya tidak terlalu diperhatikan. Akan tetapi dengan berkembangnya pola makan, berkembangnya teknologi dan pengemasan pangan terbukti bahwa serat makanan tidak dapat diabaikan. Serat sebenarnya adalah bagian dari tumbuhan yang tak sepenuhnya dapat diserap usus. Keberadaan serat dalam makanan, akan memicu pergerakan feses (tinja) dalam usus, yang akan menimbulkan keteraturan pergerakan usus. Dengan banyak makan makanan berserat, maka jadwal buang air besar akan lebih teratur. Buang air besar yang teratur akan memperpendek lamanya feses berada di usus, sehingga memperkecil penyerapan zat-zat berbahaya oleh dinding usus. Selain itu banyaknya serat dalam sistem pencernaan kita dapat menyerap kolesterol dsb.  Serat banyak kita peroleh dari beras merah, gandum, kacang, popcorn, dan tentunya dari sayuran dan buah-buahan.

 

Dua Pola Hidup yang Tak Boleh Terabaikan

Selain keempat komponen gizi di atas, ada dua hal menyangkut pola hidup yang tidak dapat diabaikan agar upaya kita mencegah PJK lebih efektif, yaitu :

Pertama, pola makan kita dengan mengurangi konsumsi lemak dalam menu makanan sehari-hari. Makanan-makanan fastfood yang terkenal enak dan nikmat mengandung lemak yang cukup tinggi. Sedangkan imbangan serat, vitamin dan mineralnya sangat rendah. Umumnya restoran fastfood kurang menyediakan sayur dan buah yang cukup untuk mengimbangi daging dan produk berlemak lainnya yang merupakan menu utama mereka. Makanan fastfood, yang rata-rata produk gorengan, memberi kontribusi cukup besar pada asupan lemak jenuh dan kolesterol. Padahal hitungannya sumber kalori kita yang berasal dari lemak tidak boleh lebih dari 20%. Tingginya lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol darah. Akibatnya resiko terkena PJK meningkat. 

Kedua, berolahraga!  Kurang gerak dalam hidup sehari-hari sudah dapat dikategorikan sebagai faktor risiko terjangkitnya penyakit jantung koroner. Kondisi kerja di masyarakat modern yang tidak lagi mengandalkan fisik, tetapi pikiran, mendorong peningkatan faktor risiko tersebut. Oleh karena itu berolahraga bagi masyarakat modern saat ini sangat penting artinya.

Olahraga yang cukup dan kontinyu terbukti secara ilmiah dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan trigliserida dan LDL serta menjaga ukuran diameter penampang pembuluh arteri. Olahraga yang dianjurkan adalah yang kontinyu sekitar 15 - 30 menit dengan frekuensi dua - tiga kali seminggu.  Trend olahraga di perkotaan saat ini adalah berjalan kaki, lari dan bersepeda, dapat dilakukan. Namun bagi yang telah berumur 45 tahun ke atas, bersepeda merupakan olahraga yang dianjurkan, karena selain bisa menghindarkan diri dari PJK juga tidak memberatkan persendian kita yang mulai “uzur”. 

 

 

 

Disusun oleh:

Richardus Widodo

 Dosen AGROINDUSTRI FV UNTAG Surabaya